
Indahnya Toleransi di Sekolah Sukma Bangsa
SMA Sukma Bangsa Lhokseumawe bukan sekadar tempat menimba ilmu, tapi juga ruang tumbuh untuk memahami arti hidup dalam keberagaman. Dari ruang kelas hingga ke suasana santai di kantin saat jam istirahat, saya melihat beragam warna yang memperkaya kehidupan sekolah—mulai dari perbedaan budaya, agama, hingga karakter unik tiap individu. Sebagai siswi nonmuslim yang belajar di tengah mayoritas siswa muslim, saya sempat merasa tidak yakin. Awalnya, ada rasa malu, takut, dan khawatir—apakah saya bisa diterima dan menjalin pertemanan dengan baik?

Namun, justru dari kegelisahan itulah saya mulai memahami toleransi dalam makna yang sesungguhnya. Bukan hanya sebagai teori di pelajaran, tapi sebagai sikap nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sedikit demi sedikit, kekhawatiran saya menghilang. Kehangatan sambutan dari teman-teman dan dukungan dari para guru membuat saya merasa aman dan dihargai. Saat Ramadan tiba, saya menghormati mereka yang berpuasa dengan menahan diri untuk tidak makan atau minum di depan mereka. Hal serupa juga saya rasakan ketika perayaan hari raya agama saya datang—teman-teman muslim saya turut memberi ucapan dan berbagi kegembiraan.

Kami sering berdiskusi tentang agama dan keyakinan, bukan untuk mencari siapa yang paling benar, tetapi untuk saling mengenal lebih dalam. Tidak ada paksaan, hanya ruang terbuka untuk saling memahami. Saya diterima apa adanya, dan itu membuat saya belajar banyak tentang empati dan penerimaan.
Rasa ragu yang dulu sempat ada kini telah berubah menjadi rasa syukur dan kebanggaan. Saya kagum dengan hati terbuka teman-teman saya, dan merasa beruntung berada di lingkungan yang mendukung pertumbuhan bukan hanya secara akademis, tapi juga sebagai manusia. Perbedaan yang semula saya anggap sebagai batas, kini menjadi jembatan yang memperkuat rasa kebersamaan kami.

Tentu saja, perjalanan ini tidak selalu mulus. Terkadang muncul kesalahpahaman atau perbedaan pendapat yang wajar dalam sebuah komunitas yang majemuk. Tapi dengan bimbingan para guru dan kesadaran bersama, setiap tantangan bisa dihadapi dan diselesaikan dengan cara yang baik. Kami belajar untuk saling mendengar, menghormati pendapat yang berbeda, dan mencari jalan keluar bersama.
Saya berharap semangat toleransi yang tumbuh subur di SMA Sukma Bangsa Lhokseumawe ini dapat terus dijaga, bahkan semakin berkembang. Saya ingin melihat sekolah kami menjadi cermin bagi Indonesia—tempat di mana keberagaman dirayakan, dan perbedaan menjadi kekuatan. Saya percaya, hidup berdampingan dalam keberagaman membuat sekolah ini terasa jauh lebih indah. [Sylvia Suwardi, XII IPS Del Prado]



