Antara Amanah, Tanggung Jawab, dan Ketahanan Ujian
Ketika seseorang memilih menjadi guru, seharusnya ia sadar bahwa pilihannya bukanlah pilihan kedudukan atau pilihan status, melainkan pilihan tanggung jawab. Sebuah pilihan yang menumbuhkan rasa gemar dan membuatnya dapat menikmati setiap lika-liku perjalanan sebuah perjuangan. Oleh karena itu, belajarlah menjadi guru yang berprofesi karena tanggung jawab. Profesi yang terus tumbuh karena panggilan hati sebagai amanah dari Allah (Arief Rachman: 2015).
Kutipan pernyataan Profesor Arief Rachman yang telah berkiprah dalam dunia pendidikan di Indonesia lebih dari 50 tahun, menyurat makna yang patut ditelusuri lebih lanjut bagi siapapun yang telah memilih profesi ini atau kadung menikmati profesi ini. Kenapa saya bilang kadung? Karena kadang ada di antara kita yang memilih jurusan guru ketika kuliah karena keinginan orang tua, sehingga profesi ini menjadi pilihan yang juga kita pilih, atau kuliah bukan di jurusan pendidikan, namun mencoba mencari pengalaman di bidang pendidikan, hingga tahunan berkecimpung di dunia pendidikan, ini juga menjadi faktor “kadung” menjadi guru selanjutnya. Terlepas dari alasan yang melatarbelakangi siapapun memilih profesi ini hingga saat ini dan menikmatinya, makna dalam dari ungkapan Arief Rahman adalah tanggung jawab dan amanah.
Amanah dan tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dalam berkiprah di bumi. Pribadi yang penuh tanggung jawab menjadi tujuan yang berusaha dibentuk oleh orang dewasa kepada anak-anak. Sejak kecil, orang tua mengajarkan anak-anaknya menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas setiap hal-hal kecil dalam lingkup rumah, seperti menyapu rumah, mencuci piring, dan kegiatan-kegiatan kecil yang melatih rasa tanggung jawab si anak. Nah, jika si anak ini amanah, tentunya tanpa pengawasan orang tuanya pun setiap detail pekerjaan yang telah dibagi oleh orang tuanya tetap dikerjakan tanpa paksaan. Inilah bekal penting si anak.
Si anak yang beranjak remaja dan dewasa memilih dan menikmati profesi peran apapun yang dipilih dalam profesinya. Salah satunya memilih menjadi guru. Menghadapi lika-liku dalam profesi ini, yaitu mulai dari mengenalkan abjad hingga mengenal rumus-rumus kimia rumit. Tentunya jika siswa didik ini robot akan berbeda karena tidak ada dinamika perasaan, namun yang guru hadapi adalah makhluk bernyawa dan berakal yang selalu berpikir kreatif dan inovatif. Sehingga muncul dinamika, baik dalam perilaku anak didik maupun inovasi-inovasi dalam dunia pendidikan. Tanggung jawab pendidik untuk selalu belajar agar menjadi inovatif menjadi tuntutan yang sangat besar.
Pengontrolan dari atasan langsung akan sedikit sukar dilakukan karena pembelajaran secara daring, namun bagi pendidik yang bertanggung jawab dan amanah, masa pandemi ini bukan masalah besar, ia tetap amanah dan bertanggung jawab untuk memfasilitasi anak didiknya semampunya. Kelas daring yang menyenangkan sehingga antusiasme anak didik tetap stabil terus diusahakan.
Mulyasa (2013) menyatakan bahwa tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Rasa gembira penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang siap beradaptasi, menghadapi berbagai kemungkinan, dan memasuki era globalisasi yang penuh berbagai tantangan.
Peran guru sebagai motivator di masa pandemi ini juga tidak kalah penting. Tentu lumrah, jika motivasi anak didik naik turun, namun apa mau dikata, semua ini harus kita jalani dengan penuh semangat supaya kita tidak tergilas oleh keadaan. Meskipun ketuntasan materi tidak tercapai sempurna, usaha memotivasi anak didik ini untuk tidak melupakan tanggung jawab mereka sebagai pembelajar itu mutlak harus dilakukan oleh semua pendidik. Pada kelas tatap muka saja, kita mengalami masalah demotivasi ini. Konon lagi kelas daring. Namun, pada prinsipnya, jika pendidik mampu memotivasi dengan tepat, hati anak didik untuk fokus belajar akan berada dalam genggamannya.
Mulyasa (2013) menyatakan dalam memotivasi siswa, guru harus mengetahui prinsinya, yaitu peserta didik akan bekerja keras kalau memiliki minat dan perhatian terhadap pekerjaannya, memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengerti, memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi peserta didik, menggunakan hadiah, hukuman secara efektif dan tepat guna, serta memberikan penilaian dengan adil dan transparan.
Motivator Semangat, Anak Didik Tahan Ujian
Masa pandemi telah kita lalui sejak Maret hingga saat ini merupakan cobaan yang bukan menjadi ingin kita. Untuk itu harus kita hadapi dan melanjutkan kegiatan rutin kita dengan tetap mematuhi protokoler kesehatan, sehingga begitu pandemi usai, hanya beberapa hal yang harus kita benahi. Pendidik menjadi motor utama dalam menggerakkan perubahan dalam diri pelajar; menanamkan tanggung jawab dan kedisiplinan mereka. Sinergisitas antara orang tua, pendidik, dan anak didik perlu dieratkan. Semua butuh berkoban pada masa seperti ini, sehingga cita belajar itu tercapai.
Arief Rachman (2015) menyatakan sebuah pencapaian membutuhkan pengorbanan waktu, materi, pikiran, bahkan perasaan. Untuk mencapai keberhasilan, seorang pelajar yang terdidik harus mau mengorbankan semua itu. Keberhasilan dalam pencapaian ilmu pengetahuan serta keberhasilan melalui proses dan semua pengorbanan tersebutlah yang akan menumbuhkan keunggulan diri yang tak dimiliki semua orang, yaitu tahan terhadap beragam ujian, rintangan, dan permasalahan.
Profesi mendidik menjadi profesi yang sangat mulia, di mana amanah dan tanggung jawab menjadi suatu hal yang mutlak juga, profesi yang melahirkan profesi-profesi lainnya. Cikal bakal dokter, insinyur, ahli dagang, dan variasi profesi lainnya berkat jasa seorang guru. Guru yang bertanggung jawab dan amanah akan melahirkan generasi sesuai harapan dunia, yaitu generasi yang mampu memenuhi empat pilar pendidikan menurut UNESCO; learning to know (upaya belajar dengan membahas beragam ilmu pengetahuan dan mengaitkannya dengan realita kehidupan), learning to do (keahlian yang dilatih kepada peserta didik, di mana manfaat dari keahlian tersebut tidak hanya dirasakan oleh peserta didik, namun juga dirasakan oleh masyarakat sekitar), learning to be (pembelajaran bermakna yang dirasakan peserta didik sehingga menjadikan mereka tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik), dan learning to live together (pembelajar yang sadar pentingnya menghormati perbedaan, menjaga keselarasan, dan toleran terhadap suku bangsa, ras, dan agama yang berbeda untuk mewujudkan kehidupan harmonis).
Pendidik dan anak didik sedang diuji ketahanan di masa pandemi ini. Pendidik yang mampu beradaptasi dengan segala perubahan dan tuntutan keadaan, ia akan menjadi pembelajar sejati. Begitu pula halnya dengan anak didik yang mampu menjaga stabilnya motivasi belajarnya, maka ia akan menjadi anak didik yang mengedepankan tanggung jawab dan kedisiplinan dalam menunaikan tugasnya untuk selalu belajar.
By : Siti Sarayulis (Guru B. Indonesia SMPS Sukma Bangsa Lhokseumawe)
*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 28/10/2020