Batik Ecoprint Sesimpel ini? Harga Jualnya Semahal itu!
Tujuan pembelajaran Prakarya di SMA salah satunya adalah untuk menumbuhkan keterampilan berwirausaha dengan hasil karya yang dipelajari selama peserta didik mengikuti pembelajaran di sekolah. Kegiatan Prakarya akan melatih siswa untuk kreatif dan bisa menghasilkan karya jadi maupun apresiatif yang siap dimanfaatkan dalam kehidupan maupun bersifat wawasan yang berlandaskan pengembangan appropriate terhadap teknologi yang baru dan teknologi kearifan lokal. Berawal dari tujuan tersebut, saya mencoba memfasilitasi siswa untuk melatih skill dalam menciptakan karya yang dekat dengan keseharian mereka dan merupakan inovasi kekinian.
Di Kelas X Salt Lake dan Leonardo da Vinci, Jumat 8 september 2023, kali ini kami belajar bersama guru Kriya Kreatif Batik dan Tekstil. Bu Cut Sujanna Depi, S.Pd, seorang guru SMK dan sekaligus pemilik usaha batik “Anjana Ecoprint”. Beliau merupakan guru yang memiliki kemampuan dalam membuat berbagai jenis batik, baik batik tulis maupun batik ecoprint ini. Kegiatan pembelajaran ecoprint ini dilaksanakan di lokasi Ruang Praktik Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe dimulai pukul 14.00 hingga 17.00 WIB.
Bukan tanpa sebab mengapa kami memilih kedatangan beliau pada pembelajaran prakarya kali ini. Ya, kedatangan Bu Sujanna kami harapkan dapat membantu siswa-siswi SMA dalam membangkitkan jiwa wirausaha dan menambah skill dalam berkarya salah satu kerajinan tekstil.
Jika pada umumnya kehadiran guest teacher di kelas membahas suatu topik pembelajaran, maka Bu Sujanna hadir dengan hal berbeda yaitu langsung mempraktekkan pembuatan ecoprint berdasarkan sumber daya alam yang ada di sekitar lingkungan sekolah. Dengan memanfaatkan berbagai macam jenis dedaunan dan alat-alat sederhana yang ada di sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, Bu Sujanna bersama siswa kelas X Salt Lake dan Leonardo Da Vinci memulai mempraktekkan pembuatan ecoprint.
Proses pembuatan ecoprint yang kami pelajari merupakan teknik basic yang kami awali dengan proses scouring yaitu proses menghilangkan zat kimia dalam kain sehingga dapat menyerap motif dan warna alami secara sempurna. Proses ini terlebih dahulu telah dilakukan satu hari sebelumnya. Selanjutnya mordanting dilakukan dengan perendaman kain menggunakan air tawas dengan tujuan membuka pori-pori kain agar motif daun tercetak sempurna.
Pada proses ini kami membagi siswa dalam beberapa kelompok tugas, sebagian siswa melakukan proses mordanting, kelompok lainnya mencari beberapa jenis daun seperti daun jati, daun ketapang, daun sirih, daun lanang daun ubi, daun pepaya, daun mengkudu dan daun jarak. Setelah dedaunan dikumpulkan kemudian direndam dalam larutan cuka yang bertujuan agar untuk mengeluarkan zat warna pada dedaunan dengan maksimal.
Proses berikutnya yaitu menempelkan berbagai jenis dedaunan pada kain dan kemudian digulung dengan plastik dan diikat dengan sangat kencang selanjutnya proses steam dilakukan dengan mengukus kain tersebut selama dua jam. Pengukusan ini bertujuan agar warna dasar dari daun dapat keluar dan menempel pada kain. Proses menunggu dua jam ini sangat membosankan, Di sesi ini, Bu Sujanna mengisi dengan menunjukkan berbagai hasil karya ecoprint yang telah beliau produksi, Tak hanya itu, pemateri juga memaparkan biaya yang dikeluarkan dalam produksi ecoprint dan perbandingan harga jual produk yang dihasilkan. Contohnya 1 lembar jilbab ukuran 90 x 90 cm hanya mengeluarkan modal 40 ribu tetapi jilbab itu dapat dijual dengan harga 120.000 rupiah. Suatu usaha yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan dan tiba-tiba seorang siswa laki-laki berkata bisa cepat kaya jika membuka usaha ini.
Pada praktik ecoprint bersama Bu Sujanna kali ini kami hanya sampai ke proses steam, dikarenakan proses fiksasi baru dapat dilakukan setelah kain dibiarkan 4-5 hari. Namun demikian saat proses pembukaan kain dari ikatan plastik rasa penasaran dialami oleh seluruh siswa, dengan semangat yang masih tersisa kami membuka hasil kukusan kain ecoprint. Dan hasilnya sangat luar biasa bagi kami, warna yang dihasilkan oleh berbagai macam daun dan motif yang muncul dari dedaunan tersebut menghasilkan nilai estetik di lembaran kain yang kami buat.
Di akhir sesi Bu Sujanna bertanya ke siswa adakah di antara kalian yang tertarik dengan usaha batik ecoprint ini? Apakah menurut kalian usaha ini memungkinkan untuk diwujudkan? Salah seorang siswi menjawab bahwa dia sangat tertarik dengan ini dan menyatakan ternyata membuat batik yang indah bisa sesimpel ini dan harganya semahal ini. Terima kasih Bu Sujanna untuk ilmu dan pengalam berharga hari ini.
Penulis : Ayi Nurlaila, SST (Guru Prakarya SMA Sukma Bangsa Lhokseumawe)