BELAJAR DI MUSEUM KOTA LHOKSEUMAWE “Mengenal Benda-benda Tradisional Aceh”
Belajar merupakan proses untuk mengenal atau mengetahui sesuatu baik didapat secara teori maupun secara praktik langsung. Pembelajaran secara teori biasanya akan diperoleh dari penjelasanguru ketika mengajar, buku bacaan, atau dari berbagai informasi yang didengar. Namun, pembelajaran secara langsung akan diproleh dengan melihat, meraba, atau praktik.
Dalam konteks ini, SDS Sukma Bangsa memiliki program yang wajib dilaksanakan yaitu adanya “Class Visit atau School Visit” dengan tujuan agar siswa dapat mendapat pengetahuan tidak hanya di sekolah namun di luar sekolah agar dapat melihat dan mengetahui secara nyata tentang apa yang akan dipelajarinya.
Oleh sebab itu,guru berinisiatif untuk mengajak siswa kelas II SDS Sukma Bangsa berkunjung ke Museum kota Lhokseumawe untuk mengenal benda-benda tradisional Acehsecara langsung, hal ini disambut baik oleh pihak orangtua, siswa, dan petugas Museum khususnya.
Tepatnya hari Kamis 10 Oktober 2019, Siswa kelas II SDS Sukma Bangsa yang didampingi beberapa guru dan orangtua mengunjungi Museum Kota Lhokseumawe. Disana, siswa melakukan beberapa kegiatan diantaranya mendengarkan kata-kata sambutan dan pengarahan dari petugas Museum, melihat benda-benda tradisional yang terdapat di Museum baik di dalam rumah adat Museum maupun di halaman Museum, main game, snack timebersama, dan membuat yel-yel Museum yaitu “Museum Kota Lhokseumawe, Museum Dihatiku”.
Pada kata sambutan awal, petugas Museum yaitu Pak Asep menyambut kami dengan sangat baik, beliau menjelaskan apa saja yang ada di Museum, lomba-lomba yang diadakan di Museum, dan mengajukan pertanyaan siapa saja yag sudah pernah berkujung ke Museum Kota Lhokseumawe. Setelah kata sambutan, siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan diberi tugas untuk menuliskan benda-benda yang ada di Museum berdasarkan bentuk, nama, dan manfaat atau kegunaan benda tersebut.
Berdasarkan observasi siswa, siswa melihat dan menemukan banyak benda-benda tradisional, diantaranya; Rapai, lukisan Cut Nyak Dhien, lukisan Wali Kota, lukisan Tari Seudati,Krong pade, bate seumupeeh, pireng bate kuno, panyeot dah, beduk, dan benda-benda tradisional lainnya.
Rapai |
Rapai merupakan alat musik tradisional Aceh yang terbuat dari kayu dan kulit binatang. Bentuknya seperti rebana dengan warna dasar hitam dan kuning muda. Rapai berfungsi sebagai alat pengiring kesenian tradisional Aceh. Alat ini biasanya digunakan saat menampilkan tarian Aceh seperti Tari Rapai Geleng, Tari Ratoek Dueh, dan beberapa tarian lainnya.
Lukisan Cut Nyak Dhien |
Selain itu, Lukisan Cut Nyak Dhien juga menjadi salah satu pajangan terpenting yang ada di Museum Kota Lhokseumawe. Hal ini disebabkan karena Cut Nyak Dhien merupakan salah satu Pahlawan Nasional dari Aceh yang berjuang melawan penjajah pada masa perang Aceh.
Lukisan Walikota Lhokseumawe |
Tak berbeda jauh dengan lukisan Cut Nyak Dhien, lukisan Wali Kota Lhokseumawe juga dipajang di Museum Kota Lhokseumawe, dimulai dari Wali Kota pertama hingga Wali Kota yang bertugas saat ini. Hal ini dikarenakan Wali Kota juga memiliki peranan yang sangat penting dalam memajukan Aceh, Lhokseumawe khususnya. Selain itu, pengunjung Museum juga dapat lebih mengetahui siapa saja yang menjadi Wali Kota Lhokseumawe.
Lukisan Tari Seudati |
Lukisan Tari Seudati ini juga terlihat di Museum Kota Lhokseumawe, ini menandakan tarian Aceh merupakan kesenian yang memiliki peranan dan pengaruh yang sangat penting yang harus terus dikembangkan. Selain itu, tarian Adat Aceh juga berfungsi sebagai pemersatu Bangsa dengan kata lain tarian Adat dapat menyatukan berbagai daerah, bangsa, bahkan Negara sekaligus.
Krong Padee |
Krong Pade atau penyimpanan padi merupakan salah satu benda tradisional yang ada di Museum Kota Lhokseumawe. Krong pade berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk menyimpan padi dimasa lalu. Krong pade merupakan benda tradisional dimana dulu setiap rumah memiliki krong padedidalamnya.
Batee Seumeupeh |
Bate Seumupeeh (Batu Giling) merupakan benda tradisional Aceh yang berguna untuk menggiling rempah-rempah masakan seperti cabai, bawang, kunyit, dan lainnya. Sebelum hadirnya alat penggiling modern seperti blender saat ini, dahulu bate seumupeeh ini yang digunakan untuk menghaluskan bumbu-bumbu dapur. Namun saat ini hanya sebagian saja yang masih memakainya. Benda ini juga terdapat di Museum Kota Lhokseumawe sebagai benda tradisional Aceh.
Pireng bate kuno juga merupakan benda tradisional Aceh yang digunakan sejak zaman dahulu. Piring ini digunakan sebagai tempat menaruh makanan seperti nasi, ketan, dan lainnya untuk menghidangkan makanan tamu dan diacara-acara tertentu. Saat ini pireng bate kuno sudah sangat jarang digunakan sebagai wadah tempat menaruh makanan, tetapi lebih banyak dijadikan sebagai hiasan. Hal ini disebabkan karena sudah sangat sulitnya menemukannya di pasar.
Panyoet Dah |
Selain Pireng Bate Kuno, benda yang sangat jarang ditemukan lainnya adalah Panyeot Dah. Bahkan benda ini bisa dikatakan sudah tidak dipakai lagi di zaman modern ini. Panyeot Dah juga merupakan benda tradisional Aceh yang sangat berfungsi sebagai penerang pada zaman dulu. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, Panyeot Dah juga sudah tidak ada lagi.
Dari hasil kunjungan siswa ke Museum kota lhokseumawe, siswa dapat belajar, melihat dan mengenal benda-benda tradisional yang digunakan oleh Masyarakan Aceh pada zaman dahulu. Selain itu, siswa juga mengenal beberapa tarian tradisional Aceh, serta tokoh dan pahlawan Aceh seperti Cut Nyak Dhien dan Wali kota.Meskipun siswa tidak hidup di zaman yang memiliki benda-benda tradisional, tetapi mereka dapat membayangkan kehidupan masa dulu melalui kunjungan ini. Mereka dapat berfikir ternyata masyarakat dulu untuk menjalani kehidupannya tidak luput dari benda-benda tradisional yang mereka lihat di Museum tersebut. Sehingga mereka juga dapat merasakan perbedaan dengan hidup di zaman yang serba modern ini. (YL)
By: Youlin Afrineta