Belajar Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Efektif dalam Praktik Konseling
Siswa Konselor Teman Sebaya (KTS) belajar mengenai keterampilan berkomunikasi efektif pada Jumat, 12/05/2023. Kegiatan ini diikuti oleh 32 siswa KTS dari level SD, SMP dan SMA mulai dari pukul 08.00-10.00 WIB di perpustakaan sekolah. Kegiatan belajar kali dilakukan bersama Dwi Iramadhani, M.Psi., Psikolog yang merupakan praktisi Psikologi Pendidikan dari Universitas Malikussaleh.
Keterampilan berkomunikasi efektif merupakan salah satu keterampilan dasar yang perlu digunakan selama proses konseling berlangsung untuk membangun hubungan yang baik selama konseling. Keterampilan ini diperlukan oleh siswa KTS untuk menjalankan perannya sebagai peer mediator di sekolah. Keterampilan ini akan memudahkan siswa untuk memediasi teman-temannya yang membutuhkan atau hanya sebagai pendengar yang aktif.
Narasumber mengawali kegiatan dengan meminta siswa untuk merefleksikan dirinya mengenai hal yang diinginkan dan tidak diinginkan saat proses berkomunikasi. Hal ini dilakukan untuk menstimulasi siswa dalam memetakan gaya berkomunikasi yang selama ini mereka alami. Ada yang ingin di dengar dengan setulus hati, dirasakan emosinya, di respon tanpa dihakimi, dan sebagainya. Ada juga yang tidak suka ketika pembicaraannya disela, ketika masalah yang diceritakan malah menjadi bahan perbandingan, ketika pendengar lebih banyak memberikan nasihat daripada mendengarkan, dan sebagainya.
Narasumber memaparkan bahwa terdapat empat keterampilan dasar berkomunikasi efektif dalam proses konseling, yaitu: (1) bersikap hadir; (2) mendengarkan aktif; (3) merefleksikan; dan (4) observasi. Empat hal ini menjadi komponen penting dalam membangun komunikasi dan relasi yang baik selama proses konseling. Narasumber memudahkan siswa untuk mengingat topik ini dengan kata “RASA”, yaitu Receive Appreciate, Summarize dan Ask.
Setelah sesi mendengar dan diskusi, siswa melakukan role play. Siswa dibagi menjadi dua kelompok yang lebih kecil. Sebelum melakukan role play, siswa mengikuti ice breaking untuk memantik fokus dan semangat siswa mengikuti sesi selanjutnya. Dua pasang siswa di setiap kelompok berkesempatan untuk melakukan role play. Ada yang berperan sebagai konselor dan ada yang berperan sebagai klien. Siswa SD, SMP dan SMA pun mengambil peran ini sebagai ajang belajar mereka. Sementara siswa lainnya fokus menyimak proses konseling yang ada di hadapan mereka.
Komponen penting dalam proses konseling sudah mulai terlihat saat proses role play. Mulai dari bersikap hadir, mendengarkan aktif, merefleksikan dan observasi. Terlihat dari gesture mereka saat melakukan role play. Di sesi ini mereka mempraktikkan langsung yang sudah mereka pelajari. Usai sesi role play, siswa berbagi apa yang dirasakan selama sesi tersebut. Ada yang khawatir dengan respon yang diberikan, apakah sudah cukup tepat untuk dilakukan. Ada juga yang merasa bingung dalam memahami alur cerita dari klien.
Narasumber pun memaparkan bahwa hal itu wajar saja dirasakan. Ada proses pembelajaran yang akan dialami selama proses konseling. Jika siswa khawatir mengenai ketepatan responnya, siswa diperkenankan untuk mengonfirmasi tindakannya selama proses konseling. Jika siswa merasa kesulitan memahami cerita klien, siswa boleh saja mengonfimasi pemahaman mereka terkait cerita klien. Kekhawatiran siswa pun terjawab. Rasa khawatir ini merupakan pertanda baik untuk Saya. Ini menandakan bahwa siswa benar-benar mendalami perannya sebagai konselor.
Pertemuan diakhiri dengan menulis refleksi yang berisi harapan siswa saat menjadi pendengar ke depan. Semoga sesi belajar kali ini dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi secara efektif dalam praktik konseling. Besar harapannya kegiatan ini dapat membantu mereka dalam menjalankan perannya sebagai peer mediator sekolah.
Penulis : Aulia Denisa Putri (Konselor SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe)