Membangun Budaya Literasi Sejak Dini: Kenduri Buku-2
DIREKTUR Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, Fachrurrazi, memiliki kebiasaan yang patut ditiru. Setiap bangun pukul 4 dinihari, ia melakukan dua ibadah. Pertama menegakkan salat sunat Tahajud dan kedua ibadah menulis. Keduanya dilakukan secara rutin setiap pagi sepanjang pekan, setiap bulan, dan sepanjang tahun. Tidak heran bila Fachrurrazi mampu menghasilkan bukul setebal 414 halaman dengan judul Kunci Khayali, Antologi Eksposisi Dinihari.
Buku ini terbagi dalam lima bagian utama yang berisi esai berbagai topik, mulai dari yang ringan sampai serius. Topik apa pun, Fachrurrazi menuliskannya dengan cara berbeda dan inspiratif bagi semua kalangan. Ada beberapa esai membahas masalah umum, tetapi tidak sampai terlihat klise sehingga tetap menyedot perhatian pembaca sampai kata terakhir.
Namun, buku yang terlihat elegan itu tetap memiliki kekurangan dari sisi editing. Wartawan senior di Aceh sekaligus editor yang cermat, Yarmen Dinamika, menemukan tak kurang dari 500 kesalahan penulisan. Ingat, itu baru sekitar setengahnya dibaca sehingga Yarmen memperkirakan lebih dari seribu kesalahan penulisan ada dalam Kunci Khayali, buku yang bersampul warna dominan biru.
Kesalahan penulisan itu tidak mengurangi kekaguman pada ketekunan dan kedisiplinan Fachrurrazi. Meski tidak ada nama Haruki Murakami dalam daftar penulis idolanya, ia membangun karakter kepenulisan seperti penulisan kandidat Nobel Sastra asal Jepang tersebut yang selalu tidur lebih cepat dan bangun lebih cepat untuk menulis.
Kunci Khayali termasuk salah satu buku yang dibahas lebih mendalam oleh Yarmen Dinamika, mulai dari sampul, isi, konteks, kejelasan, sampai pesan kepada pembaca. Beberapa buku lain yang diulas para pembedah antara lain Sedikit Rahasia JK Rowling yang merupakan kumpulan esai siswa SMA Sukma Bangsa Lhokseumawe, Selaksa Eunoia yang merupakan kumpulan puisi dan cerpen SMP Sukma Bangsa Pidie, serta Merajut Harmoni Merefleksi Jiwa dari Sekolah Sukma Bangsa Sigi, Sulawesi Tenggara.
Kepolosan dan kejujuran anak-anak remaja terlihat dalam karya-karya siswa SMP dan SMA Sukma Bangsa. Mereka menulis tentang pengalaman sehari-hari di sekolah, tentang teman-teman sekelas, baik dan buruk, tetapi tanpa ada kesan melecehkan di dalamnya.
Tak jarang, senyum berkembang ketika membaca kesan Aisya Humaira tentang kawan sekolahnya; Riayat yang gembul, sabar, dan lucu (Sedikit Rahasia JK Rowling, halaman 11).
Berbeda dengan Merajut Harmoni Merefleksi Jiwa yang dibedah Teuku Kemal Fasya. Buku karya para guru di Sekolah Sukma Bangsa Sigi tersebut terlihat lebih matang, bahkan beberapa tulisannya sangat menyentuh karena menceritakan bencana gempa likuifaksi yang terjadi di sana. “Sayangnya, ada beberapa kisah yang harusnya digali lebih dalam,” ungkap Teuku Kemal Fasya, penulis sekaligus antropolog dari Universitas Malikussaleh.
Ia memberikan catatan khusus adanya warna lokal sangat khas dalam buku tersebut sehingga memperkaya khazanah keberagaman di Indonesia yang harusnya tumbuh subur di lembaga pendidikan.
Selain mengupas sejumlah buku, para pembedah yang terdiri dari Teuku Kemal Fasya dan Ayi Jufridar dari Universitas Malikussaleh serta Yarmen Dinamika, juga hadir Dr Nazaruddin Abdullah dari Institut Agama Islam Al Muslim selaku penanggap. Nazaruddin mengapresiasi kreativitas dan budaya literasi yang berkembang di Sekolah Sukma Bangsa di tengah gempuran media digital.
“Kalau kita lihat di banyak sekolah, bahkan di kampus, belum ada yang mampu melahirkan 38 judul buku. Di kampus, budaya menulis pun lebih kepada jurnal sebagai tanggung jawab karena sudah mendapatkan hibah riset,” ujar Nazaruddin yang mengharapkan sekolah lain mengikuti budaya literasi di Sekolah Sukma Bangsa.
Ke-38 buku yang diluncurkan tersebut terdiri dari 7 judul dari SSB Pidie, 9 dari SSB Bireuen, 16 dari SSB Lhokseumawe, dan 6 buku dari SSB Sigi. Menurut Direktur Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, Zubir, yang memandu kegiatan tersebut, pihaknya memang mewajibkan setiap siswa melahirkan minimal satu karya selama sekolah.
Menurut Zubir, kegiatan yang dilabeli Kenduri Buku-2 akan menjadi agenda rutin setelah yang pertama sebelumnya berlangsung di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe. Kegiatan itu sempat tidak terlaksana selama dua tahun akibat pandemi Covid-19.
Masalah editing yang masih lemah di hampir semua buku, diakui Zubir menjadi perhatian mereka di masa mendatang agar bisa melahirkan karya yang lebih berkualitas. Selama ini mereka memang tidak mengundang editor luar, tetapi ditangani para guru bahasa Indonesia di masing-masing sekolah. “Ini menjadi catatan, mungkin perlu adanya pelatihan editing bagi para guru kami,” kata Zubir di sela-sela memandu acara.
*Artikel ini sudah dimuat di news.unimal.ac.id, tanggal 06/09/2022