Memuaskan Otak Reptil Sang Penjaga
Saya lihat jam di dinding menunjukkan pukul 11.03 WIB, ini artinya sisa 7 menit lagi saya keluar dari kelas 4 Turki. Kemudian lanjut lagi mengajar di kelas 5 Irak. Hari ini rasanya badan lelah, mengajar penuh dari pukul 08.10 WIB sampai pukul 12.20 WIB di 3 kelas yang berbeda. Belum lagi siang nanti bimbingan belajar kelas 6 sampai pukul 15.30 WIB. Huft, rasanya pingin rebahan. “oke anak-anak, sekian pembelajaran kita hari ini, jangan lupa ya minggu depan dibawa bahan-bahan untuk kita praktikum” tukas saya yang disahut terikan “oke buk” yang berdengung seisi kelas. Tidak lupa saya memberi salam ketika hendak keluar dari kelas.
Baru selangkah saya keluar dari kelas, saya sudah diapit oleh beberapa siswa dari kelas 5 Irak. “Bu, hari ini kita main apa?” itu selalu menjadi pertanyaan awal dari setiap siswa ketika saya hendak masuk kelas. Saya hanya tersenyum, lalu berkata “Rahasia” sambil mengedipkan mata yang disambut rengekan para siswa. “Yuk ke kelas, pada penasaran kan” Semua siswa lari masuk ke dalam kelas, sudah duduk dengan tertib menunggu instruksi permainan dari saya. Begitulah gambaran setiap kali saya hendak mengajar di semua kelas. Saya paham betul, guru itu bermain-main dengan otak siswa, bukan lambungnya, bukan ususnya, bukan paru-parunya. Naif jika seorang guru tidak mengetahui cara kerja otak.
Semakin hari saya semakin mengerti bahwa otak siswa itu bukan hanya perlu diisi dengan materi pelajaran, tapi sebelumnya otak harus dipuaskan dulu. Nah, dipuaskan yang bagaimana? Secara sederhana, konsep triune brain yang tertulis dalam buku yang berjudul The Triune Brain in Evolution karya dari Paul D. Maclean, menjelaskan bahwa pembagian otak manusia yang dalam perkembangannya dibagi menjadi tiga, yaitu otak reptil, otak limbik, dan otak neokorteks.
Otak reptil terletak paling belakang di otak kita. Ia berupa batang yang menghubungkan bagian belakang otak dengan tulang belakang. Otak reptil berfungsi mengatur gerak refleks dan keseimbangan koordinasi pada tubuh manusia. Otak inilah yang memerintahkan tubuh agar bergerak jika terjadi bahaya dengan pendekatan “LARI atau LAWAN”. Pada saat otak reptil aktif, manusia tidak dapat berfikir dengan jernih, maka yang berperan adalah insting untuk lari atau lawan. Nah, kapan otak reptil ini aktif?
Otak reptil akan aktif apabila seseorang dalam keadaan merasa takut, stres, terancam, marah, kurang tidur, atau kondisi tubuh lelah. Otak reptil disebut juga sang penjaga. Ibarat penjaga pintu gerbang, jika kita dapat ‘memuaskan’ otak reptil, ia akan membukakan pintu masuk arus informasi ke bagian otak berikutnya.
Dalam proses belajar mengajar antara guru dan siswa, arus informasi dalam otak tentunya terjadi. Jika otak reptil tidak terpuaskan dalam proses belajar, selera belajar tidak akan optimal, dan jika selera belajar rendah, motivasi belajar serta hasil belajar akan cenderung rendah pula. Semua guru pasti ingin siswa-siswanya memiliki selera belajar yang tinggi. Hal ini dapat terwujud jika para guru memahami bagaimana cara memberikan stimulasi kepada otak reptil agar terpuaskan. Otak reptil suka sesuatu yang berbeda, maka puaskan dengan cara melakukan kegiatan awal yang kontras, unik, dan asyik. Otak reptil suka diperhatikan, maka puaskan dengan cara memunculkan sapaan khas atau pertanyaan khusus bagi setiap pribadi siswa.
Otak reptil suka yang nyata, bukan abstrak, maka puaskan dengan cara memberikan informasi yang sederhana, konkret, menarik, dan bisa diproses dengan cepat. Puaskanlah otak reptil siswa, maka selera belajar siswa akan meningkat, yang juga akan mempengaruhi motivasi belajar dan hasil belajar meningkat pula.
Nurasyidah, S. Pd