Menggugat Peran Akademis Pengawas
Peran dan fungsi pengawasan menjadi sangat penting bagi capaian akademis siswa dan kapasitas guru dalam mengajar. Dalam tahapan yang lebih besar sesungguhnya proses pengawasan salah satu aspek yang cukup dominan dalam menilai efektivitas manajemen sekolah. Karena itu, penting mengetahui asumsi fi losofi s dari siklus supervisi, bagaimana sebaiknya proses supervisi dilakukan, harus melibatkan siapa saja, serta apa substansi yang sebaiknya disupervisi.
Prinsip supervisi
Berdasarkan banyak pengalaman, supervisi haruslah sebuah proses tindakan yang secara sadar mengarahkan guru dan pengawas bekerja secara bersama dalam merencanakan pembelajaran. Prinsip itu sesuai dengan keyakinan bahwa kemampuan seorang guru dan pengawas hanya dapat berkembang dalam beberapa hal pada suatu waktu. Artinya kita tidak dapat mengembangkan beberapa aspek dari perilaku secara simultan. Peningkatan keterampilan dan pengetahuan biasanya terjadi ketika seorang guru dan pengawas memahami suatu proses bersama, bersepakat mencari pengetahuan dan keterampilan baru yang lebih baik lagi.
Prinsip kedua yang harus dimiliki guru dan pengawas dalam berinteraksi, seseorang dapat berkembang jika cara kerjanya terus dihargai dan tidak berada di bawah tekanan atau ancaman. Memberi kebebasan guru bekerja secara maksimal dan mendiskusikan tinimbang terus memberi instruksi dan ancaman ialah sebuah pendekatan yang harus disadari semua pengawas.
Ketiga, memercayai bahwa guru dapat belajar lebih baik ketika mereka diberi kesempatan menganalisis dan menilai cara mengajar mereka sendiri. Semakin sering kesempatan dilakukan maka pengawas akan lebih mudah menjalankan tugasnya. Kata kunci proses itu ialah keinginan pengawas untuk selalu belajar dari cara guru menilai performa mereka sendiri, mendiskusikannya dalam batas pemahaman dan pengalaman guru ketika berinteraksi dengan siswa di kelas.
Dalam tahapan ini, biasanya pengawas yang cerdas selalu bertanya “Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini ketika mengajar tadi?” Artinya, pengawas secara sadar belum akan menilai performa seorang guru sebelum memberi kesempatan guru menilai performa mereka hari itu. Jika proses itu dilakukan pengawas, sesungguhnya dia sedang mengubah mentalitas guru dari sangat bergantung pada pola pengawasan serbaketat dan instruktif menjadi lebih independen dan percaya diri karena diberi kepercayaan menilai performa mereka sendiri.
Prinsip keempat atau terakhir adalah peningkatan kemampuan guru akan terjadi jika proses supervisi didasarkan semangat hubungan pembelajaran yang saling menolong tinimbang hanya menilai baikburuk atau salah-benarnya seorang guru. Tujuan yang paling fundamental dari sebuah proses supervisi ialah menolong orang lain agar menjadi guru yang lebih baik sehingga kemampuan mendesain rencana pembelajaran dan mengajarnya itu sendiri terus berkembang.
Siklus supervisi
Jika keempat prinsip di atas disepakati, beberapa tahapan dalam siklus supervisi pasti akan dengan mudah dilakukan. Proses dan siklus supervisi yang akan dikembangkan biasanya mencakup tiga tahap, yaitu (1) merumuskan dan mendiskusikan rancang bangun rencana pembelajaran (lesson design), (2) melakukan observasi kelas untuk memastikan apakah skema lesson design diajarkan benar, serta (3) me-review proses pengajaran berdasarkan observasi dan pencatatan oleh pengawas. Jelas sekali ketiga tahapan itu memerlukan pengetahuan, pemahaman, dan ketersediaan waktu yang cukup bagi pengawas.
Ketiga tahapan ini memang ideal. Namun, untuk kasus pengawasan di sekolah-sekolah kita, pada praktiknya tak semua pengawas mampu melakukannya. Hal itu paling tidak karena dua hal: Pertama, jumlah pengawas yang masih terbatas, sementara jumlah sekolah lebih banyak. Selain itu, di beberapa daerah pengawas juga menjadi kurang maksimal melakukan proses supervisi yang ideal karena jarak antara satu sekolah dan sekolah lainnya berjauhan. Kedua, tingkat kemampuan dan pemahaman pengawas terhadap siklus pengawasan juga belum merata sehingga banyak sekali pengawas yang datang ke sekolah hanya duduk di ruang kepala sekolah, memanggil guru tanpa melakukan observasi kelas. Untuk itulah, ketiga tahapan di atas penting dipahami para pengawas.
Berdasarkan empat prinsip supervisi itu, pada tahap awal harus terjadi diskusi intensif antara pengawas dan guru tentang rancang bangun rencana pembelajaran yang meliputi topik-topik yang diajarkan. Bagaimana merumuskan tujuan pembelajaran secara ideal dan berdasar kebutuhan siswa, melakukan prosedur pengajaran sesuai dengan pilihan instructional strategies yang telah ditetapkan. Serta melihat bagaimana guru memastikan apa yang akan diajarkannya dipahami siswa (evaluation).
Pada tahap kedua pengawas juga dituntut melakukan observasi kelas untuk memastikan apa yang ditulis dalam rencana pembelajaran diajarkan sesuai dengan desainnya. Ketika melakukan observasi kelas, pengawas seyogianya menghindari interaksi langsung dengan guru, melainkan hanya mengobservasi dan membuat catatan selama proses interaksi belajar-mengajar berlangsung. Catatan penting untuk melihat kesesuaian topik, tujuan, proses pengajaran, dan evaluasi dalam rencana pembelajaran.
Tahap terakhir, melakukan review proses belajar-mengajar yang dilakukan guru. Proses review sebaiknya dilakukan berdasarkan rekaman dan data yang diperoleh pengawas secara langsung ketika melakukan observasi kelas, dan pengawas sebaiknya menghindari menilai terlebih dahulu, tetapi hanya menunjukkan apa yang telah diobservasi.
Jika guru telah membaca dengan saksama data hasil observasi itu, barulah didiskusikan dan dianalisis, pada aspek apa guru harus memperbaiki performanya. Hasil diskusi kemudian dicatat dan disepakati guru dan pengawas, untuk dijadikan bahan perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya. Pertanyaan sederhananya ialah seberapa banyak pengawas dan guru kita yang memahami prinsip supervisi dan melakukan proses dan siklus supervisi yang ideal seperti ini?
Ahmad Baedowi, Direktur Eksekutif Yayasan Sukma, Jakarta | Media Indonesia, 18 Desember 2017