Mengintegrasikan Kurikulum dan Penilaian
PENDIDIKAN (abad ini) bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpikir kritis, menyelesaikan masalah rumit, serta berhasil dalam masyarakat dan ekonomi abad ke-21.
Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) diarahkan bahwa guna memenuhi kebutuhan kompetensi abad ke-21 ini, tujuan pendidikan harus dicapai. Salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi yang meliputi tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga yang dihasilkan ialah manusia seutuhnya (Nuh M, Kompas, 8 Maret 2013).
Terkait dengan keberhasilan penyelenggaraan kurikulum ini, pengukuran kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) menjadi penting guna melacak kemajuan dan perkembangan siswa serta menilai efektivitas kebijakan dan praktik pendidikan (Finn AS, 2014).
Disonansi kurikulum dan hasil penilaian
Hasil berbagai survei terhadap mutu pendidikan selalu menunjukkan adanya kesenjangan antara ekspektasi kurikulum dan hasil penilaian. Padahal, reformasi kurikulum sudah berlangsung lima tahun.
Masih sering dikeluhkan adanya ketidakselarasan antara apa yang diajarkan dan dinilai, khususnya pada ujian nasional (UN). Hasilnya belum sepenuhnya mampu menjelaskan pengetahuan dan keterampilan yang sudah bisa dikuasai siswa selama kurun waktu tertentu. Akibatnya, hasil ujian (nasional) belum sepenuhnya dapat digunakan sebagai dasar memberikan saran bagi karier pendidikan siswa.
Sementara itu, pada ujian yang diselenggarakan guru/sekolah, guru-guru masih belum menunjukkan kemampuan dalam mengembangkan pertanyaan yang berkualitas, yang mendorong pemecahan masalah yang rumit, analitis, dan berpikir kritis yang juga bagian penting dari muatan kurikulum.
Sebaliknya, soal-soal/tugas yang dikembangkan dan digunakan guru/sekolah dalam mengukur keberhasilan belajar siswa masih terbatas pada pertanyaan-pertanyaan yang bersifat prosedural dan superfisial.
Keadaan ini mengindikasikan bahwa pemahaman terhadap substansi kurikulum dan fungsi penilaian masih menjadi persoalan di kalangan pendidik/guru termasuk pimpinan sekolah.
Hasil pengamatan dan diskusi dengan sejumlah guru menguatkan dugaan ini. Potret akreditasi pada beberapa standar yang terkait dengan kurikulum, pengelolaan, dan proÂses pembelajaran pada hampir seluruh jenjang pendidikan selama lima tahun terakhir (2012-2017) memperlihatkan keadaan serupa. Dengan skor perolehan kebanyakan hanya sekitar 85 atau setara dengan peringkat B.
Padahal, standar pendidikan nasional (SNP) disebutkan merupakan kriteria minimal, artinya selama lima tahun terakhir pengelolaan pendidikan belum menunjukkan peningkatan kualitas yang signifikan. Sementara itu, kebanyakan guru masih terpaku pada kegiatan mengajar dengan bersandarkan pada buku-buku teks yang tersedia. Kurikulum yang seharusnya merupakan pedoman (route map) hanya sedikit sekali ditengok, apalagi untuk didiskusikan, dianalisis, dan dipetakan bagi kepentingan pembelajaran dan penilaian.
Penilaian berbasis kurikulum
Menurut Nitko (1994), dalam ujian yang bersifat high-stakes, yang hasilnya akan menentukan siapa yang berhak diÂsertifikasi dan diperkenankan mengikuti pendidikan lebih lanjut, pengembangan sistem ujian (nasional) tidak dapat dilakukan secara terpisah (independen) dari upaya reformasi kurikulum.
Penting bagi semua pihak yang memiliki kewenangan pembuat kebijakan pada semua tingkatan pendidikan untuk memahami bahwa mengajar dengan menggunakan kurikulum (baru) juga berarti identik dengan mempersiapkan siswa untuk ujian (nasional).
Model ujian (nasional) yang berbasiskan kurikulum mensyaratkan bahwa kurikulum nasional menjadi pusat dari proses pengembangan ujian. Keputusan tentang apa dan bagaimana menilai sangat dipengaruhi hasil pembelajaran yang dinyatakan kurikulum.
Di antara manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan UN berbasis kurikulum, yaitu dapat ditingkatkannya, pertama, implementasi kurikulum. Kedua, keadilan dalam penyelenggaraan ujian. Ketiga, penilaian kemajuan pendidikan nasional. Keempat, evaluasi kurikulum. Kelima, bimbingan karier dan pekerjaan. Keenam, perhatian guru terhadap komponen/area materi yang perlu diajarkan. Ketujuh, pelatihan dalam jabatan. Kedelapan, peningkatan kualitas penilaian yang berkelanjutan.
Apa itu kurikulum
Karakteristik utama ujian berbasis kurikulum ialah proses pengembangan ujian berawal dan berakhir dengan kurikulum. Untuk memahami dan mengimplementasikan model ujian berbasis kurikulum, pemahaman tentang apa itu kurikulum menjadi penting. Meskipun sepertinya mudah mendefinisikan makna kurikulum, kenyataannya sejauh ini belum ada konsep standar tentang apa yang dimaksud dengan kurikulum (Posner, 1992).
Kurikulum mencakup sarana dan rasional, sekolah akan dapat mengoordinasikan pengalaman pendidikan, materi pelajaran, dan pengajaran. Selanjutnya, sekolah berupaya untuk menciptakan lingkungan positif agar siswa dapat belajar dengan baik. Kurikulum yang dikembangkan dengan benar akan mencakup lebih dari sekadar pernyataan tujuan, standar, dan target pembelajaran (Nitko, 1994).
Kurikulum juga harus memberikan rasionalisasi pendidikan, sosial, dan moral. Tidak hanya terbatas hasil pendidikan, tetapi juga pada proses pendidikan. PertaÂnyaan penilaian (yang berupa soal-soal/tugas) meskipun dikembangkan dengan baik, autentik, menarik, berbasis kinerja, dan memotivasi, tidak dapat digunakan untuk merasioÂnalisasi sepenuhnya tujuan, proses, dan hasil dari upaya pendidikan.
Dasar pemikiran kurikulum harus mampu menyajikan justifikasi yang meyakinkan tentang berbagai pengalaman pendidikan siswa pada mata pelajaran. Termasuk merasionalisasi konten yang harus dicakup guru, hasil pendidikan yang harus dicapai siswa, ruang lingkup dan urutan yang harus diikuti guru, serta kegiatan pendidikan yang memberi siswa kesempatan untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan.
Justifikasi ini diperoleh dengan menjalin banyak ide, tidak hanya ide dari disiplin yang mendasari materi pelajaran. Kurikulum juga harus menjelaskan faktor seperti kondisi untuk belajar, teori, dan temuan empiris berbagai bidang penelitian pendidikan dan sosial.
Termasuk dalam penelitian pendidikan ialah bidang pembelajaran dan psikologi kognitif. Ketika kurikulum dirancang dengan penuh kesungguhan dan hasilnya diimplementasikan dengan baik dan memuaskan, inilah yang menjadi dasar sekolah membangun pengajaran dan penilaian yang terintegrasi, curriculum driven assessment. Wallahualam.
Penulis: Syamsir Alam Divisi Pengembangan Kurikulum dan Penilaian Yayasan Sukma
Pada: Senin, 14 Jan 2019, 04:30 WIB