Menyiapkan Pembelajaran Tatap Muka Awal Tahun 2021
Akhir pekan lalu Kemendikbud secara resmi telah mengumumkan adanya rencana pelaksanaan kembali pembelajaran tatap muka pada awal tahun depan. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim, melalui siaran akun YouTube resmi Kemendikbud beserta sebuah keputusan bersama empat menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama. Pedoman bertajuk Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19 tersebut menjelaskan secara gamblang bagaimana skema pelaksanaan pendidikan yang akan dilaksanakan ke depan termasuk langkah preventif ikut tertuang di dalamnya.
Adanya rencana pelaksanaan pembelajaran tatap muka yang dirilis Kemendikbud tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Pasalnya pelaksanaan belajar dari rumah (BDR) yang telah dijalankan sejak Maret lalu, menyisakan berbagai problem yang tak sedikit menimbulkan kekacauan dalam pendidikan. Tak dapat dipungkiri bahwa pelaksanaan pembelajaran tatap muka yang semula mendapatkan izin untuk dilakukan di kawasan dengan zona hijau dan kuning, nyatanya tak terealisasi dengan baik di lapangan. Masih banyak sekolah yang kemudian memilih melaksanakan BDR sehingga memunculkan dampak negatif terhadap siswa seperti adanya ancaman putus sekolah, kendala tumbuh kembang siswa akibat kesenjangan capaian belajar, risiko learning loss, serta tekanan psikososial seperti stres dan beragam kekerasan. Karenanya pemerintah mengambil tindakan dengan mewacanakan kembali pembelajaran tatap muka pada awal 2021 mendatang.
Skema Pembelajaran Tatap Muka
Pembelajaran tatap muka yang dijadwalkan akan kembali berlangsung pada awal Januari, sepenuhnya berada di bawah izin dan tata kelola pemerintah daerah/kanwil/kantor Kemenag. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pemerintah daerah merupakan pihak yang paling mengetahui serta memahami kondisi dan kebutuhan daerahnya. Karenanya setiap daerah diberikan kewenangan untuk mengizinkan sekolah beroperasi kembali secara tatap muka atau tidak berdasarkan pertimbangan kelayakan dari hasil analisis daerah masing-masing.
Kesehatan dan keselamatan warga sekolah–siswa dan guru–merupakan prioritas dan menjadi acuan utama dalam memutuskan kelayakan operasional sekolah secara tatap muka. Selain itu, pertimbangan akan pemenuhan proses tumbuh kembang dan keadaan psikososial siswa juga menjadi acuan yang tak kalah penting untuk diperhatikan. Di samping pengambilan keputusan dalam sektor pendidikan ini juga harus melalui pertimbangan yang holistik dan selaras dengan pengambilan keputusan pada sektor lain di daerah. Karenanya pemerintah perlu melakukan analisis keadaan secara cepat dan tepat guna memutuskan langkah yang tepat terhadap pelaksanaan pembelajaran tatap muka ke depan.
Upaya ini juga perlu dibarengi oleh dukungan dari berbagai pemangku kepentingan terkait adanya kerja sama dengan dinas pendidikan, dinas kesehatan, hingga dinas perhubungan. Dalam skema yang lebih besar sebelum keputusan pelaksanaan pembelajaran tatap muka kembali, pemerintah perlu mempersiapkan diri menghadapi masa transisi pembelajaran dengan terus berkerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah seperti pemerintah pusat, satgas penanganan Covid-19 daerah, serta masyarakat sipil.
Persiapan dan Pelaksanaan
Melirik data Kemendikbud tentang jumlah sekolah yang selama ini menjalankan pembelajaran di masa pandemi Covid-19, didapati bahwa 13% dari total 151.696 (data per 18 November 2020) sekolah telah melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan rincian 75% sekolah pada zona hijau, 20% sekolah pada zona kuning, 12% sekolah pada zona oranye, dan 8% sekolah pada zona merah (Kemendikbud, peta zona risiko per 15 November 2020). Meski terbilang tidak banyak, namun hal ini cukup menjadi panduan bagi kita bahwa beberapa sekolah memilih nekat –bisa dikatakan demikian– untuk tetap melakukan pembelajaran tatap muka di tengah suasana pandemi yang setiap harinya belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Adanya sekolah yang memilih tetap melaksanakan pembelajaran tatap muka tentu memiliki sejumlah alasan dan telah mendapatkan izin dari orang tua atau minimal masyarakat setempat. Artinya jika pun sekolah tersebut akan kembali beroperasi dalam skema tatap muka kedepan, berbagai persoalan perihal pelaksanaan pendidikan di tengah kondisi tidak normal ini tentu tak lagi menjadi kendala. Namun, bagaimana dengan sekolah yang telah lama vakum dari pembelajaran tatap muka? Apa yang perlu dipersiapkan untuk mengawali pembelajaran tatap muka kedepan?
Berdasarkan hemat penulis, setidaknya terdapat tiga unsur penting yang perlu disiapkan dan ikut menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka yang akan datang. Pertama, pemerintah perlu melakukan analisis kesiapan daerah masing-masing dalam rangka menyongsong efektivitas pembelajaran tatap muka. Banyak hal perlu dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan pembelajaran tatap muka yang aman pada setiap satuan pendidikan, seperti memperhatikan tingkat risiko penyebaran covid-19 pada daerah tersebut, kesiapan fasilitas palayanan kesehatan, ketersediaan akses transportasi yang aman bagi guru dan siswa, mobilitas warga dalam dan antar daerah, serta letak geografis daerah yang memungkinkan adanya pengaruh terhadap peningkatan covid-19. Upaya ini perlu disiasati mengingat pembelajaran tatap muka secara tidak langsung akan menyebabkan terjadinya kerumunan dan berkumpulnya orang dalam jumlah banyak pada tempat tertentu, dalam hal ini satuan pendidikan.
Kedua, sekolah sebagai satuan pendidikan perlu menyiapkan diri sebaik mungkin untuk kembali menyambut kedatangan siswa. Selain harus mengantongi izin dari komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali siswa, sekolah juga perlu mengupayakan ketersediaan fasilitas kesehatan/UKS serta sarana sanitasi dan kebersihan, seperti tempat cuci tangan, toilet, dan disinfektan. Disamping itu demi tegaknya physical distancing antar warga, sekolah perlu menerapkan aturan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat seperti wajib masker, cuci tangan, dan pemeriksaan suhu tubuh siswa secara berkala. Terakhir, adanya pemetaan warga sekolah yang memiliki comorbid tak terkontrol serta riwayat perjalanan dari daerah dengan tingkat risiko covid-19 yang tinggi, dan berbagai catatan lain yang kiranya membuat warga sekolah perlu melakukan isolasi, merupakan hal mutlak dan harus dimiliki oleh setiap sekolah. Hal ini merupakan langkah preventif dalam menanggulangi penularan covid-19 di lingkungan sekolah.
Ketiga, guru dan siswa sebagai subjek utama pembelajaran perlu memiliki kesadaran tentang pentingnya penerapan ptotokol kesehatan di lingkungan sekolah. Hal ini merupakan unsur yang sangat penting dan penentu suksesnya skema pembelajaran tatap muka yang akan datang. Tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan guru dan siswa di sekolah perlu dinaungi dalam sebuah aturan yang mengikat agar penerapan protokol kesehatan dapat terealisasi dengan baik di lingkungan sekolah. Selain itu, pembelajaran juga perlu didesain sedemikian mungkin sehingga mampu membuat siswa dan guru sadar akan peranan mereka dalam menanggulangi perkembangan covid-19 mulai dari lingkungan sekolah hingga ke tengah masyarakat.
Dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait wacana pembelajaran tatap muka di awal tahun mendatang memang sangat diperlukan. Adanya persiapan yang baik dari sekolah untuk memfasilitasi dan menyiapkan siswa agar dapat melakukan pembelajaran dengan baik merupakan sebuah keniscayaan dan harus dilakukan agar kedepannya setiap siswa dapat belajar dengan sehat dan selamat. Semoga!
By : Azwar Anas, S. Pd (Guru SMP Sukma Bangsa Lhokseumawe dan Angota IGI Kota Lhokseumawe)
*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 02/12/2020