Menyoal Peran Ideal Guru
PENDIDIKAN ialah proses penanaman nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya sekaligus pengembangan potensi seseorang untuk mencapai kematangan diri. Pendidikan ialah proses ennobling (pemuliaan) manusia. Guru, selain orangtua dan masyarakat, ialah pelaku utama dalam mewujudkan makna pendidikan melalui jalur formal. Banyak orang menggantungkan harapan akan keberhasilan pendidikan warga bangsa pada guru karena guru merupakan determinan terhadap keberhasilan pendidikan, termasuk seluruh upaya peningkatan mutu, reformasi, dan demokrasi pendidikan (Villega-Reimer: 2004).
Peran ideal guru
Merujuk kepada makna pendidikan itu, ada beberapa peran guru yang diidealkan masyarakat, antara lain, guru sebagai penanam nilai/karakter. Karakter yang baik merupakan representasi mutu pendidikan. Karakter dicerminkan dalam pilihan yang baik dan tindakan yang positif atau perilaku dan kesadaran etis seseorang. Karakter juga tecermin dalam keputusan, cerminan hati, dan cara berpikir seseorang (Hutchinson, 2006). Penanaman karakter utama merupakan tugas guru melalui pembelajaran untuk mewujudkan manusia berkualitas baik atau kesalehan. Keberanian, integritas, perhatian pada orang lain, komitmen sebagai warga bangsa terhadap negara, jujur, dan lainnya ialah wujud moral truth. Moral truth tersebut ditanamkan melalui apresiasi terhadap perbedaan agama, budaya, dan sosial. Untuk membangun karakter, seseorang harus memahami core virtues, memiliki perhatian dan komitmen untuk menerapkannya dalam kehidupan.
Berbagai pendekatan dan metode sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik dapat dimanfaatkan, seperti (i) cerita-cerita yang syarat nilai atau moral, (ii) modelling perilaku dan nilai yang menjadi dasar kehidupan, (iii) proyek community services yang memberi peserta didik kesempatan dan pengalaman melaksanakan perilaku yang baik dan mencari nilai-nilai yang baik di masyarakat (Arhur, 2008).
Guru sebagai makhluk pembelajar. Secara hakiki, guru merupakan pembelajar yang terus-menerus. Oleh karena itu, komitmen menjadi guru berarti kesediaan dan kesiapan seseorang belajar terus-menerus dalam melakukan tugasnya agar dapat merespons tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan kehidupan masyarakat. Sertifikasi guru dan pengalaman mengajar dapat meningkatkan kemampuan guru. Namun, keduanya tidak serta merta dapat berfungsi untuk mengembangkan kompetensi guru jika kesempatan untuk mengembangkan kemampuan profesional dengan menumbuhkan kemauan belajar tidak tersedia (Stronge, Tucker & Hindman, 2004). Dengan kata lain, menumbuhkan budaya belajar termasuk tradisi membaca dan membangun learning organization dalam konsep manajemen ialah syarat utama bagi keberlangsungan pendidikan bermutu.
Dalam learning organization, setiap individu warga sivitas sekolah harus belajar secara terus-menerus dalam melaksanakan misi dan untuk mencapai visi sekolah. Untuk itu pula, setiap individu anggota sivitas sekolah hendaknya mempunyai cara berpikir dan be kerja bersama untuk mencapai visi yang dibangun bersama. Kesediaan individu anggota sivitas sekolah untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dicapai atau ditemukan dalam pembelajaran merupakan perwujudan komitmen belajar terus-menerus.
Peningkatan kemampuan atau kompetensi diri diwujudkan melalui program pengembangan kemampuan profesional dalam berbagai bentuk dan jenis kegiatan (Villega-Reimer, 2004). Kemampuan profesional pendidik dan manajemen serta staf pendukung ditingkatkan melalui model pengembangan profesionalitas secara langsung, misalnya, pelatihan, workshop, pertukaran guru, forum belajar guru, dan program gelar (S-2 atau S-3); atau melalui model tidak langsung; menumbuhkan situasi kondusif terhadap pengembangan tradisi membaca atau belajar di lingkungan sekolah. Kedua model pengembangan profesionalitas diarahkan pada pembangunan masyarakat belajar (community of learning).
Program dan kegiatan pengembangan profesionalitas guru difokuskan pada apa yang dibutuhkan guru untuk menjalankan tugas (pembelajaran), mencapai tujuan sekolah dan memenuhi harapan atau tujuan murid. Kegiatan-kegiatan profesional difokuskan pada peningkatan kemampuan (penguasaan atau pendalaman) dalam content knowledge untuk bidang-bidang studi, seperti sains, matematika, dan bahasa asing. Juga metodologi serta pengembangan pendekatan atau model pembelajaran yang sejalan dengan kebutuhan dan menumbuhkan partisipasi murid seperti learner centered learning, participatory approach, self-discovery (learning how to learn), hubungan interaktif antara guru-peserta didik dan antarpeserta (pedagogical skills), serta melakukan refl eksi terhadap pembelajaran. Kemampuan manajerial (instructional leadership) seperti memaksimalkan penggunaan bahan ajar, pengelolaan kelas–termasuk memotivasi, memantau, dan memberikan asistensi kepada murid yang mengalami kesulitan dalam memahami pembelajaran— diwujudkan melalui program pengembangan profesionalitas (Stronge, Tucker & Hindman, 2004).
Guru qualified. Guru yang bermutu disebut juga dengan professional teacher, effective teacher, authoritative teacher, dan competent teacher. Kompetensi dipahami sebagai perilaku atau performansi. Kompetensi diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau skill yang mencakup kemampuan memilih dan mengetahui pilihan yang tepat (Wing-mui, May-hung & Chiao-liang, 1996; Fachruddin, 2008). Kompetensi juga diartikan sebagai kualitas seseorang atau kualitas diri (state of being) yang mengandung pengertian lebih luas dari performansi, pengetahuan, skill, tingkat kemahiran, yakni mencakup niat, motif, dan sikap (Wing-mui, May-hung & Chiao-liang, 1996).
Akhirnya, acap kali masyarakat menumpahkan pendidikan anak pada guru sepenuhnya. Mereka lupa orangtua dan masyarakat juga merupakan pelaku utama dari edukasi. Guru selalu diharapkan memainkan peran ideal, tapi masyarakat sering abai pada dimensi lain yang memengaruhi peran yang diidealkan tersebut.
Banyak faktor yang bisa memengaruhi upaya mewujudkan peran guru, misalnya, kebijakan dan implementasinya justru kerap tidak mendukung penumbuhan guru sebagai autonomous person, sebagai pendidik, dan mendukung daya kreatif guru dalam melakukan tugas. Untuk itu, komitmen seluruh pihak untuk memerangi praktik korupsi akademik dan nonakademik diperlukan untuk mewujudkan peran ideal guru.
Fuad Fachruddin, Divisi Penjaminan Mutu Pendidikan, Yayasan Sukma | Media Indonesia, 8 Januari 2018