Peran Guru dalam Pendidikan
Pendidikan merupakan serangkaian usaha manusia untuk dapat menjalankan hidup lebih baik. Pengertian pendidikan secara etimologi berasal dari bahasa Latin, educatum yang tersusun dari dua kata yaitu e dan duco, dimana kata e berarti sebuah perkembangan sedangkan duco berarti perkembangan atau sedang berkembang. Secara ringkas, pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu (Marimba, 2014).
Berbicara tentang pendidikan tentuk tidak terlepas dari peran seorang guru dalam menjalankannya. Guru sebagai aktor utama dalam pendidikan dituntut untuk memerankan diri dengan maksimal demi tercapai tujuan pendidikan. Dalam penerapannya, guru tidak hanya sebagai pendidik semata, akan tetapi banyak peran lain yang dimainkan guru untuk menunjang pembelajaran dalam dunia pendidikan.
Guru merupakan seorang tokoh yang menjadi teladan bagi anak didiknya. Peran seorang guru tidak hanya memindahkan ilmu atau pengetahuan yang ia miliki kepada siswa. Tidak hanya ilmu yang disampaikan, seorang guru bagaikan ‘artis’ dalam ruang kelas. Setiap apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan dapat dengan cepat ditiru dan diikuti oleh anak didiknya. Sebagai contoh kecil, jika seorang guru menunjuk sesuatu dengan tangan kiri, maka akan ada siswa yang menunjuk sesuatu kepada teman dengan tangan kirinya. Mengapa hal demikian bisa terjadi? Karena bagi anak didik guru adalah ‘teladan’ bagi mereka. Maka, sudah sepatutnya guru harus baik dalam perkataan ataupun perbuatan.
Saat berada di ruang kelas bersama siswa, tentu tidak semua dari mereka memiliki karakter yang sama. Jika dalam sebuah ruang kelas terdapat 20 siswa, maka seorang guru harus siap untuk menghadapi 20 karakter anak yang berbeda-beda. Nah, di sini terkadang suatu masalah muncul. Baik karena ulah atau tindakan siswa yang kurang enak, maupun karena seorang guru belum mampu menjadi seperti yang mereka harapkan. Maka, tugas guru adalah mencari cara untuk selalu dapat menarik perhatian anak didiknya.
Selain itu, bagi siswa guru adalah orang tua kedua saat berada di sekolah. Dalam arti tempat mereka berkeluh kesah dan bersuka cita. Jika tidak karena guru, maka mereka kehilangan sosok orang tua untuk beberapa jam selama berada di lingkungan sekolah. Hal utama sebagai orang tua bagi seorang guru adalah mengelola rasa sabar. Sabar sangat penting bagi seorang pendidik, tanpa rasa sabar maka pendidik akan selalu kesusahan dalam menghadapi berbagai macam sifat dan karakter siswa-siswanya.
Semua siswa sudah tentu mengharapkan suasana kelas yang menarik dan menyenangkan. Ini merupakan tugas besar bagi seorang pendidik. Dalam mengajar, terkadang banyak dari guru yang kesulitan baik tentang strategi ataupun metode yang akan ditampilkan kepada anak-anak. Guru zaman sekarang sudah terlalu direpotkan dengan berbagai tugas administrasi sehingga akhirnya tingkat pemahaman terhadap karakter siswa diabaikan.
Seorang guru setidaknya harus memiliki dua jurus jitu, yaitu beri siswa kepercayaan dan kepemimpinan. Setiap anak adalah sosok cerdas, tidak ada siswa yang bodoh. Hal demikian sangat penting untuk digarisbawahi. Seringkali kita menemukan di lapangan, seorang guru hanya akan memuji dan mengapresiasi siswa yang berprestasi saja, dan sering mengabaikan siswa yang jarang mendapatkan prestasi ataupun juara. Ini sangat keliru, tugas guru adalah memperbaiki yang salah, bukan menyalahkan yang belum bersalah dan mengutamakan yang mulai benar.
Seorang psikolog Islam yang sangat terkenal pernah mengatakan dalam sebuah wawancara parenting anak, “setiap anak adalah otak yang suci, masukkan nilai kecerdasan agar ia dapat terus memacu dirinya dengan kemampuannya”. Dengan kata lain, gurulah yang seharusnya menjadi motivator sekaligus pendamping bagi mereka dalam memacu kecerdasan yang ia miliki. Sejatinya untuk menciptakan ruang kelas yang bahagia adalah mengajarlah dengan hati yang ikhlas dan berikan siswa kepercayaan serta kepemimpinan, selebihnya jadilah pendamping yang baik bagi mereka.
Guru juga perlu mengelola emosi dengan tepat saat bersama siswa. Rasa marah atau kesal adalah hal yang sangat lumrah pada manusia. Seumur hidup pasti seseorang pernah marah atau kesal dengan sesuatu yang sedang dihadapinya. Lalu, bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang tidak pemarah? Cara yang sangat mudah adalah dengan mengendalikan diri dari perasaan emosional tersebut.
Mengelola rasa marah tentu bukan hal yang mudah bagi sebagian orang yang memiliki sifat pemarah, perlu ditegaskan bahwa dalam mendidik kita harus membuang jauh sifat demikian. Selain akan berpengaruh kepada proses belajar, sikap emosional juga akan berpengaruh pada psikologis seorang anak. Dalam ilmu parenting, anak yang dibentak sekali saja akan selalu mengingat bentakan tersebut seumur hidupnya. Bahkan ketika ia telah menjadi orang tua, ia kerap akan melakukan hal yang sama. Buang jauh rasa emosional dalam mendidik.
Adakalanya kita menemukan beberapa anak yang sangat kurang dalam memahami suatu pelajaran. Banyak faktor penyebabnya, seperti faktor tekanan keluarga, orang tua yang keras, lingkungan hidup, bahkan mungkin faktor genetika. Sebagai seorang guru, tentu itu merupakan sebuah beban yang akan terus menerus terpikirkan. Dalam segi kemampuan, beberapa guru merasa dirinya gagal dalam mengajar anak tersebut, disisi lain ada kemungkinan guru menyalahkan siswa karena tidak pintar saat diberikan materi pelajaran. Lalu, harus bagaimanakah guru tersebut?
Langkah awal adalah membimbing dan terus membimbing. Pengertian membimbing di sini adalah terus mendukung dan melatih siswa tersebut dengan setia. Jangan mengeluh di hadapannya, apalagi sampai mengeluarkan kata atau kalimat yang dapat menjatuhkan semangat belajarnya. Siswa yang terus didampingi tentu akan merasa dirinya berharga dan memiliki arti. Maka, semangat belajarnya pun akan terus meningkat. Hal terpenting yang perlu dilakukan dalam proses membimbing adalah hati yang ikhlas.
Mulai sekarang, ubah pola pikir kita dalam meningkatkan pendidikan anak bangsa. Tidak ada lagi guru yang mengeluh, marah-marah, dan pilih kasih. Yang ada hanya guru yang tulus membimbing dan ikhlas dalam mengajar. Jika ikhlas sudah tertanam di hati, maka Anda adalah guru sejati. Para pendidik, mari terus evaluasi diri. Semoga bermanfaat!
By : Amnawati, S. Pd. I., (Finalis BAZNAS Literacy Awards 2017, Guru SD Sukma Bangsa Lhokseumawe.)
*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 23/11/2020