PJOK dan Hidup yang Lebih Baik
Namun, melakukan aktivitas fisik—seperti olahraga—yang teratur telah menjadi tantangan tersendiri di era modern. Kemudahan yang diberikan oleh penemuan teknologi—terutama teknologi informasi dan komunikasi—membuat manusia dapat melakukan banyak hal tanpa perlu melakukan aktivitas fi sik seperti di masa sebelumnya. Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah gaya hidup masyarakat. Masyarakat perkotaan pada masa kini, misalnya, lebih banyak menghabiskan hidup mereka dengan duduk saat bekerja di kantor, menonton televisi, berkomunikasi, ataupun duduk di kendaraan saat melakukan perjalanan. Hal ini memicu peningkatan gaya hidup atau perilaku sedentari (sedentary life style) atau juga dikenal sebagai sitting disease, yaitu perilaku atau gaya hidup dengan sedikit atau sama sekali tanpa aktivitas fi sik seperti duduk atau berbaring dalam kehidupan seharihari, baik di tempat kerja (kerja di depan komputer, membaca, dll), di rumah (menonton TV, main gim, dll), di perjalanan/ transportasi (bus, kereta, motor), tetapi tidak termasuk waktu tidur (Riskesdas 2013, hlm 139). Gaya hidup sedentari rentan terhadap ancaman kesehatan, seperti hipertensi, penyakit sendi, dan stroke.
Sampai 2013, hampir separuh dari proporsi penduduk berumur 10 tahun berperilaku sedentari 3-5,9 jam per hari (42%), sedangkan perilaku sedentari di atas 6 jam terjadi pada hampir setiap satu dari empat penduduk Indonesia (24,1%) (Riskesdas 2013, hlm 140). Kehidupan tanpa aktivitas fi sik yang memadai juga dianggap sebagai faktor risiko keempat tertinggi yang menyebabkan kematian di dunia setelah hipertensi, merokok, dan kadar glukosa darah yang tinggi/penyakit gula. Kematian yang disebabkan oleh perilaku/gaya hidup sedentari mencapai angka 3,2 juta kematian atau 5,5% dari total kematian di dunia (WHO, Global Health Risk: Mortality and Burden of Deases Attributable to Selected Major Risk, 2009, hal 11). Tak pelak, kebutuhan untuk melawan perilaku sedentari menjadi penting di era teknologi modern. Manusia perlu untuk bergerak lebih demi derajat kualitas kesehatan yang lebih baik.
Peran pembelajaran PJOK
Ranah pendidikan dapat menjadi ajang untuk memainkan peran bagi tumbuhnya perilaku hidup yang lebih sehat dan aktif. Salah satunya melalui penguatan pelajaran olahraga di sekolah atau yang sekarang dikenal sebagai pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan (PJOK). PJOK bisa menjadi alat alternatif yang ampuh untuk menumbuhkan kesadaran bagi generasi milenial Indonesia untuk lebih banyak bergerak dan melakukan aktivitas fi sik daripada hanya duduk atau terlentang berjam-jam di depan gawai. Saat ini bisa dipastikan generasi muda di Indonesia menghabiskan sebagian waktu mereka dengan memanfaatkan jaringan internet melalui gawai yang mereka miliki dan aktif menggunakan berbagai aplikasi media sosial. Pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta orang atau sekitar 51,5% dari total jumlah penduduk Indonesia (256,2 juta jiwa). Bahkan berdasarkan data yang juga dikeluarkan APJII, pengguna aktif internet di Indonesia yang berada pada kisaran umur 10-24 mencapai 24,4 juta orang (18,4%). Sementara pelajar yang menggunakan internet berjumlah 8,3 juta orang atau 6,3% dari total pengguna internet nasional (Survei Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia: 2016).
Bagaimana PJOK dapat menjadi alat alternatif untuk menumbuhkan perilaku hidup yang lebih aktif dan sehat atau perilaku yang nonsedentari? Hal ini bisa dilihat dari tujuan pengajaran PJOK, yaitu untuk membangun pemahaman personal tentang arti hidup sehat terhadap seseorang, baik sebagai individu maupun warga masyarakat di abad ke-21. PJOK juga berfokus pada upaya mewujudkan kehidupan yang lebih baik, terutama pada hubungan antara kesehatan fi sik, emosional, dan mental (British Columbia Ministry of Education, Introduction to Physical and Health Education, 2015). Pembelajaran PJOK merupakan sarana membangun pemahaman kepada generasi usia sekolah tentang pentingnya untuk melakukan aktivitas fi sik demi kualitas hidup yang lebih baik.
Pada titik ini, peran pembelajaran PJOK menjadi penting untuk benar-benar dipahami secara substantif oleh para guru yang mengajar di sekolah. Pada dasarnya, PJOK memiliki cakupan yang luas dengan titik perhatian pada peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, PJOK juga berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya; hubungan dari perkembangan tubuh-fi sik dengan pikiran dan jiwa. Namun, fenomena yang terjadi hari ini ialah sebagian besar guru PJOK tidak benar-benar memahami esensi dari pembelajaran PJOK itu sehingga hanya menempatkan diri mereka sebagai ‘guru olahraga’ yang hanya memberikan materi mengenai keterampilan dan praktik pada cabang olahraga semata, tanpa menimbang nilainilai yang bisa dipahami dalam gerak dan aktivitas fi sik dalam sebuah cabang olahraga.
Di sisi lain, masih banyak guru PJOK yang memberikan pembelajaran hanya sebagai bagian dari rutinitas kerja semata. Mentalitas semacam ini melahirkan kesan bahwa pelajaran PJOK dipandang sebagai mata pelajaran ‘kelas dua’ atau ‘kurang penting’ di banyak sekolah di Indonesia. Banyak pihak yang beranggapan bahwa pembelajaran PJOK ialah pembelajaran yang sepele tanpa perlu persiapan materi yang rumit sebagaimana pelajaranpelajaran lainnya. Asumsi ini tentu saja keliru karena pada dasarnya pembelajaran PJOK tidak hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik yang terisolasi, tetapi harus ditempatkan dalam konteks pendidikan secara umum, yang setiap prosesnya mengandung unsur-unsur pedagogis.
Melihat pada data dan fakta gaya hidup sedentari yang terjadi saat ini, penting bagi dunia pendidikan untuk dapat mengambil peran dalam meminimalisasi kemungkinan kecenderungan perilaku tidak sehat generasi milenial. Langkah yang dapat dilakukan dunia pendidikan ialah melalui pemberdayaan pembelajaran PJOK. Upaya ini setidaknya dapat dimulai dengan meningkatkan kualitas guru PJOK, perbaikan metode pembelajaran dan kurikulum PJOK, serta penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai bagi pembelajaran PJOK. Upaya-upaya ini setidaknya bisa dilakukan sebagai langkah awal menuju generasi yang memiliki dan menghargai gaya dan kualitas hidup yang lebih sehat dan lebih baik di masa mendatang.
Rahmad Hidayat, Guru PJOK Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Aceh