Riset Buku Pendidikan Agama
MENGACU pada salah satu riset yang dilakukan PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat) UIN Jakarta, kajian isu pendidikan agama, seperti buku teks atau buku pengayaan pendidikan agama dan budi pekerti perlu menimbang tiga hal. Pertama, relasi buku teks dengan kurikulum. Kedua, konsep buku teks yang baik atau bermutu. Ketiga, framework yang digunakan untuk mengkaji buku teks.
Kaitan dengan buku teks
Menyangkut posisi/fungsi buku teks dalam menerjemahkan kurikulum di kelas (pembelajaran dan hasilnya). Untuk itu, perlu melihat/mengkaji tiga model kurikulum (tripartite model of curriculum). Sebagaimana dinyatakan Robitaille et al (1997) yang dikutip O’keeffe (2013), yaitu intended curriculum, implemented curriculum, dan attained curriculum.
Intended curriculum, yaitu kurikulum yang disusun berdasarkan sistem pendidikan nasional dan kebijakan nasional. Mencakup standar isi, petunjuk/pelaksanaan kurikulum, framework, dan dokumen lainnya.
Implemented curriculum atau disebut kurikulum operasional, yaitu praktik kurikulum di kelas yang melibatkan dua subjek utama, guru dan peserta didik (melaksanakan pembelajaran). Dalam konteks ini, buku teks berfungsi sebagai fasilitas, menghubungkan intended curriculum dan implemented curriculum atau menerjemahkan kurikulum ke dalam pembelajaran (surrogate curriculum).
Attained curriculum, yakni apa yang dicapai atau hasil penerapan kurikulum dalam kelas (pembelajaran). Dengan kata lain, riset atau kajian buku teks tidak dapat dipisahkan dari riset pelaksanaan kurikulum di kelas (pembelajaran) dan hasil pembelajaran (penilaian).
Buku teks yang baik
Sebuah buku teks dikatakan baik/bermutu dilihat dari pengaruh secara langsung terhadap (hasil) belajar peserta didik. Buku teks membantu peserta didik belajar. Hal itu sama dengan keberhasilan gerakan reformasi pendidikan atau upaya inovatif dalam pendidikan bermuara pada kelas (pembelajaran) atau (hasil) belajar peserta didik.
Selain itu, buku teks yang baik atau bermutu mampu memotivasi peserta didik belajar (Okeeffe: 2013).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji buku teks. Pertama, isi atau kandungan buku. Kedua, nilai yang hendak ditanamkan pada pembaca (peserta didik). Ketiga, motivasi dalam pengertian buku teks menumbuhkan hasrat membaca di kalangan pembaca (guru dan peserta didik).
Lalu, keempat, accessible writing style dalam pengertian alur uraian tulisan yang mengalir mulus, teks mudah dipahami, dan memberikan pembaca stimulus untuk mendiskusikan isi buku. Kelima, ilustrasi. Keenam, panduan penggunaan buku. Ketujuh, mendorong keingintahuan pembaca atau menumbuhkan rasa haus pengetahuan.
Kerangka berpikir
Buku teks dapat dikaji, dengan menggunakan framework analysis (O’keeffe: 2013). Pertama, analisis struktur meliputi isi, struktur pengetahuan, dan informasi yang ada dalam buku teks. Berkaitan dengan hal teknis seperti sumber rujukan, singkatan, leksikal, matrik, tabel, diagram. Lalu, visualisasi ide atau topik, gambar, dan warna.
Kedua, analisis isi berkaitan dengan pembelajaran. Alignment antara pokok bahasan/isu yang dibahas dalam buku teks dengan ketentuan juga alignment antarpokok bahasan dalam buku teks.
Selain itu, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam hal ini, yaitu (a) motivasi dalam pengertian perhatian dan motivasi membaca buku teks, (b) landasan filosofi yang melatari buku teks (nilai yang mendasari), (c) hal-hal teknis yang dapat membantu pembaca/peserta didik memahami isi seperti tanda-tanda. Poin kedua bersentuhan dengan riset pembelajaran, yaitu pengaruh buku teks terhadap belajar peserta didik.
Ketiga, analisis harapan pembaca yang dimaksud ialah harapan pembaca (guru dan peserta didik) mau membaca dan apa yang diharapkan mereka dengan membaca buku teks/harapan terhadap buku teks. Kajian buku tidak dapat dipisahkan dari riset tentang pandangan dan atau kebutuhan pembaca terhadap buku teks. Dalam konteks kini, terkait dengan konsep literasi informasi/ilmu.
Keempat, analisis bahasa, berkaitan dengan kebahasaan seperti tingkat keterbacaan (readability), diksi, dan sejenisnya. Readability menunjuk apa yang membuat teks mudah dipahami. Konsep ‘mudah’ bukan dilihat dari aspek tampilan/perwajahan fisik dan tata letak.
Dalam studi bahasa, pengertian readability/keterbacaan lebih sering dikaitkan dengan tingkat kesulitan semantik (tingkat kata) dan tingkat kesulitan sintaksis (tingkat kalimat) (Hieber; Pearson: 2010). Konsep readiblity dalam kajian mutakhir, yaitu readability dikaji dari variabel buku, seperti isi teks/buku, gaya, desain, dan pengorganisasian tulisan, dihubungkan dengan variabel berkaitan dengan pembaca. Seperti bekal pengetahuan pembaca, keterampilan/kemampuan membaca, minat, dan motivasi pembaca (Dubay, William H: 2007).
Selain itu, ada beberapa parameter yang digunakan menilai tulisan, (a) signifikansi (pemenuhan kebutuhan pembaca), (b) kohesi/alur logis, (c) jelas, (d) pembaca dapat dengan mudah memahami karena tulisan dilengkapi poin/kata kunci. Lalu, (e) gramatika betul, (f) akurasi, dan (g) berkaitan dengan komunikasi efisien (Hairstone, 2001).
Temuan PPIM antara lain, sumber rujukan yang kesahihan dan akurasinya masih dipertanyakan, seperti blog dan Facebook (tidak memenuhi standar akademik). Penulis buku teks mengabaikan atau belum memanfaatkan karya cendekiawan atau ulama Indonesia.
Selain itu, pilihan ayat Al-quran tidak mengena pokok bahasan yang ada dalam buku teks. Pemahaman penulis buku teks terhadap ayat yang dinukil dalam relasi dengan pokok bahasan, tidak pas dilihat dari sumber rujukan yang ditulis seseorang yang otoritatif. ‘Piagam Madinah’ tidak dimunculkan untuk menjelaskan topik bersikap demokratis, evaluasi lebih ditekankan pada declarative knowledge.
Akhirnya, ada beberapa iktibar untuk kajian buku pendidikan agama Islam ke depan. Pertama, kajian atau riset buku bermuara pembelajaran dan hasil belajar peserta didik. Karena itu, riset buku teks tidak dapat dipisahkan dari riset pembelajaran dan penilaian pembelajaran.
Kedua, penulisan buku teks pendidikan agama Islam dan budi pekerti merupakan kegiatan keilmuan dan harus dilakukan tim lintas pengetahuan. Yaitu spesialis materi, psikologi pendidikan/agama, pendidikan/penilaian pendidikan, guru, ahli bahasa, penashih Al-quran, desainer, dan ilustrator buku.
Riset buku teks juga harus dilakukan tim lintas disiplin ilmu dan lintas perspektif. Frasa ‘lintas perspektif’ penting dalam konteks represensi (seperti mazhab/aliran dalam umat).
Ketiga, peninjauan kembali alignment antarpokok bahasan perlu dilakukan untuk mengoreksi ketidaktepatan kutipan ayat Al-quran dan hadis dengan pokok bahasan/peninjauan kembali kurikulum pendidikan agama Islam untuk sekolah umum. Pendekatan, strategi, dan metode yang menumbuhkan sikap dan perilaku kesalehan pribadi dan sosial perlu menjadi kajian/review buku teks.
Keempat, mengacu ketentuan penulisan karya ilmiah dan etika akademik. Kelima, buku dan laporan review buku teks merupakan bentuk karya ilmiah dalam bahasa Indonesia. Karena itu, ketentuan/kaidah berbahasa Indonesia (tulis) yang baik termasuk rasa dan logika berbahasa Indonesia perlu diperhatikan.
Keenam, penulis/reviewer buku teks perlu hati-hati melontarkan pernyataan sensitif terhadap mereka yang mengadvokasikan ‘pemahaman Islam rahmatan lil alamin’ dan ‘Islam wasathan’ lantaran ungkapan kebablasan. Sikap al-hilm (arif) perlu didahulukan. Wallahualam.
Penulis: Fuad Fachrudin
Pada: Senin, 11 Mar 2019, 09:47 WIB