Siswa Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe Peringati HPSN dengan Membuat Ecobrick
Sebagai upaya mengurangi sampah plastik di lingkungan sekolah dan sekitar, Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe memperingati Hari Sampah Nasional yang jatuh pada hari ini, Minggu, 21 Februari, dengan kegiatan membuat ecobrick.
Ecobrick adalah metode untuk meminimalisir sampah dengan media sangkar botol plastik yang diisi dengan limbah anorganik sehingga menjadi sebuah benda yang bernilai ekonomis. Kegiatan ini mulai berlangsung sejak 5-19 Februari 2021.
Direktur Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe, Susan Sovia S Sos MA, menyampaikan bahwa kegiatan yang dilakukan Sekolah Sukma merupakan komitemen dalam mewujudkan Indonesia yang bebas sampah.
“Kami mendesain agar Sekolah Sukma ke depan menjadi sekolah nol plastik,” kata Susan, Minggu (21/2/2021).
Hal ini kata Susan, sejalan dengan kebijakan Yayasan Sukma dalam melakukan pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan dalam bentuk 4R (refuse, reuse, reduce, dan recycle). Kegiatan membuat ecobrick diprakarsai oleh tim Green School Project, yang terdiri atas dewan guru, siswa, dan tenaga kependidikan.
“Kegiatan menjaga lingkungan sudah sangat sering dilakukan sekolah, namun Tim Green School Project terus mengajak warga sekolah untuk peduli terhadap lingkungan dengan beragam program, salah satunya diet sampah plastik. Seperti diketahui, butuh waktu yang sangat lama sampai sampah plastik terurai oleh tanah, hal ini membawa dampak serius bagi manusia dan lingkungan,” ujarnya.
Kegiatan awal yang dilakukan adalah menyosialisasikan kepada warga sekolah untuk menumbuhkan kesadaran terhadap dampak dari penggunaan sampah plastik. Selain diet sampah plastik, warga sekolah juga diajak untuk mendaur ulang sampah plastik dengan membuat ecobrick.
Mengubah sampah plastik menjadi bernilai ekonomis adalah cara yang dipilih untuk mendaur ulang sampah di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe. Setiap siswa diminta untuk membawa satu botol bekas air mineral ukuran 600 ml, satu stick kayu, sampah plastik yang bersih dan kering yang telah dipotong-potong kecil, dan kain perca.
Tim kemudian menjelaskan cara pembuatan ecobrick. Tahap pertama, sampah plastik yang telah dipotong diisi ke dalam botol plastik, berikutnya dengan menggunakan stik kayu sampah tadi dipadatkan, dikompres menggunakan tongkat atau stik kayu sehingga padat, botol yang sudah padat dengan sampah kemudian dibentuk menjadi sebuah modular, tahap terakhir pemasangan cover sehingga menjadi furniture handmade yang menarik.
Ketua Tim Green School Project, Sarlivanti, mengajak semua sekolah mau ikut serta dalam menjaga bumi melalui program membuat ecobrick.
“Mari kita hitung berapa banyak sampah plastik yang dapat diolah oleh siswa Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe. Sebanyak 475 siswa ikut terlibat dalam pembuatan ecobrick, dalam satu botol ecobrick memuat 300 gram sampah, maka dipastikan Sukma sudah mendaur ulang sampah plastik sebanyak 142.500 gram atau setara dengan 142,5 kg. Dalam kurun waktu yang hanya 14 hari, 142,5 kg sampah plastik sudah terdaur ulang. Sungguh jika tindakan baik ini dilakukan oleh setiap sekolah di kecamatan, kabupaten, provinsi atau skala nasional, tak mustahil anak-anak kita akan menjadi anak-anak yang sedari sekarang sudah peduli akan lingkungan demi masa depan kita semua,” kata Sarlivanti.
Beragam kegiatan dapat dilakukan sekolah dalam mengampanyekan peduli sampah dan pengelolaan sampah. Namun, langkah bijak dalam pengurangan plastik harus tetap menjadi prioritas untuk dilakukan. Penggunaan plastik secara terus menerus tentunya akan berpengaruh terhadap lingkungan.
“Kerusakan lingkungan akan membawa dampak buruk terhadap manusia. Oleh karena itu, peran dan kontribusi semua pihak menjadi sangat penting demi keberlangsungan hidup kita dan anak cucu kita nantinya,” ujarnya.
*Artikel ini sudah dimuat di acehtrend.com, tanggal 21/02/2021