KELASKU ISTANAKU
Tak asing lagi rasanya dengan pepatah Arab “rumahku istanaku” yang mendeskripsikan bagaimana rumah difungsikan oleh para penghuninya dalam sebuah keluarga. Rumah yang merupakan tempat terpenting dalam sebuah keluarga dan menjadi bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan ahli keluarga tersebut seakan menjadi saksi bisu bagaimana orang-orang didalamnya tumbuh besar, berkembang dan menjadi pribadi sebagaimana yang diharapakan. Maka, rumah tak harus mewah namun mampu memberikan rasa aman, nyaman, damai dan tentram sehingga menjadi tempat terindah untuk berhenti sejenak dari keriuhan duniawi yang memusingkan, menjengkelkan ataupun mungkin melenakan.
Tak ubahnya bagai sebuah rumah, sekolah yang merupakan tempat terpenting dan menjadi salah satu faktor penentu perkembangan seseorang kiranya juga harus mampu menawarkan rasa “istana” bagi penghuninya. Sekolah yang merupakan rumah kedua bagi siswa dimana ada guru didalamnya yang menjadi orang tua diharapkan selain sebagai sarana tempat belajar juga merupakan tempat yang mampu memberikan kenyamanan sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat berlangsung maksimal sesuai tujuan yang diharapkan. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama terutama guru dan siswa untuk menciptakan ruang-ruang kelas rasa istana di sekolah sehingga rasa cinta dan memiliki akan terpupuk dan sekolah benar-benar akan menjadi rumah bagi para siswa.
Dewasa ini kebanyakan dari kita terutama guru, siswa dan orang tua memiliki pandangan yang keliru terhadap sekolah sebagai rumah kedua. Guru menganggap bahwa sekolah tak lebih dari tempat untuk berkerja dan mencari nafkah. Siswa merasa bahwa sekolah hanya sebagai tempat untuk melakukan aktifitas belajar dan bukan merupakan bagian dari milik mereka yang harus dirawat dan dijaga dengan baik. Sementara orang tua juga memiliki persepsi berbeda, sekolah hanyalah sebatas tempat untuk datang, belajar dan pulang tanpa perlu membangun ikatan emosional yang baik antar warga didalamnya.
Kelas Bahagia
Sekolah sebagai rumah kedua bagi siswa dan guru harus mampu memberikan rasa bahagia bagi para penghuninya. Untuk mewujudkannya, tentu banyak hal yang harus dipenuhi. Membangun ikatan emosional antara guru terutama walikelas dan siswa merupakan hal utama yang harus diperhatikan. Guru dan siswa harus memiliki ikatan emosional yang kuat sebagaimana halnya orang tua dirumah. Demi tercapainya hal ini tentunya banyak hal yang dapat dilakukan, terutama moment diawal tahun ajaran saat menghuni kelas baru.
Guru dan siswa dapat sama-sama memulai aktifitas dengan bermusyawarah bersama untuk menentukan bagaimana konsep yang akan dibangun untuk kelas mereka selama satu tahun kedepan. Banyak hal yang bisa didiskusikan, seperti konsep kelas, dekorasi kelas, pemilihan perangkat kelas dan tentunya aturan kelas (class’ rules) yang akan menjadi acuan untuk perjalanan kelas nantinya. Dengan adanya hal ini, siswa akan merasa dihargai karena pendapat dan keputusannya didengarkan. Hasil diskusi pun akan sepenuhnya dijalankan mengingat bahwa keputusan yang dibuat berasal juga dari siswa dan tidak hanya menjadi otoritas guru semata.
Berbagai kegiatan diatas terbukti dapat meningkatkan rasa kekeluargaan dan ikatan emosional antara siswa dan guru. Pengalaman yang dialami penulis sendiri ketika mengawali tahun ajaran baru dan menjadi walikelas yang sebelumnya sama sekali tidak mengenali siswa yang diampu memberikan manfaat yang sangat besar. Mengawali tahun ajaran baru di hari pertama sekolah, walikelas mencoba melakukan diskusi singkat dengan siswa dikelas untuk memutuskan konsep kelas, perangkat kelas, peraturan kelas, dan juga petugas piket yang akan bertanggungjawab terhadap kebersihan kelas. Setelah diskusi pendek yang melibatkan siswa secara penuh, berdasarkan hasil voting dan jajak pendapat diantara para siswa, keputusan merumuskan konsep kelas dengan mengusung tema luar angkasa (space) dan mengambil quote yang ditempelkan pada dinding kelas dari perkataan seorang pemimpin spiritual dan politikus India Mahatma Gandhi, yaitu “Live as if you were to die tomorrow, learn as if you were to live forever” yang akan menjadi kata inspirasi dan semangat untuk menjalankan tugas dan kewajiban sebagai guru dan siswa yang terus belajar.
Berdasarkan hasil tanya jawab singkat dengan para siswa, kegiatan dekorasi kelas di minggu pertama sekolah memberikan kontribusi dan manfaat yang besar bagi siswa dan walikelas. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kedekatan antara siswa dan walikelas disaat dan setelah dekorasi kelas berlangsung. Selain itu, kreatifitas siswa juga terbangun dengan menyumbangkan ide dan tenaga untuk menyelesaikan dekorasi yang sudah disepakati meskipun rasa lelah dan terbebani bercampur menjadi satu, namun tak sedikit juga yang merasakan bahagia dan senang dapat bersama-sama menyelesaikan kelas menjadi begitu indah.
Merayakan Hasil Kerja
Lelahnya berkerja menyelsaikan tujuan kelas yang sudah disepakati tentu dirasakan oleh guru dan siswa. Hal ini tidak serta merta terbayar dengan hanya menyaksikan hasil kerja yang begitu maksimal, namun perlu kiranya selebrasi sederhana yang dibuat oleh guru untuk merayakan kesuksesan hasil kerja mereka. Merayakan hasil kerja dapat dilakukan dengan kegiatan sesederhana mungkin, misalnya dengan melakukan sesi the breaf dan memberikan siswa waktu serta kesempatan untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan sejauh mana harapan mereka terealisasi dalam kerja yang telah dilakukan.
Dilain kesempatan, guru juga dapat melakukan selebrasi dengan makan bersama secara sederhana dengan siswa sebagai bentuk representasi dari kebahagiaan yang dirasakan. Pengalaman penulis ketika melakukan kedua hal diatas dalam rangka merayakan hasil kerja bersama siswa, memperlihatkan bahwa siswa merasa senang dan bahagia dapat mengungkapkan apa yang mereka rasakan dan tentunya dapat menikmati makakan sederhana bersama teman dan gurunya. Terlebih apabila sekolah menghargai hasil kerja siswa dan guru dengan memberikan apresiasi kelas terbaik dan menajdikan kegiatan dekorasi kelas sebagai ajang adu kreatifitas. Berkat kerjasama yang baik, akhirnya kelas kami pun terpilih sebagai juara 1 kelas terkretaif.
Mewujudkan kelas bahagia dan merayakan setiap hasil kerja bersama siswa tentunya dapat dilakukan oleh guru manapun, hal ini begitu perlu mengingat siswa dan guru terlebih walikelas perlu membangun attachmentdiantara sesama demi terwujudnya sekolah sebagai rumah kedua. Jika hal ini terwujud, siswa dan guru akan sama-sama memiliki hubungan yang erat sehingga tujuan pembelajaran nantinya akan dapat dengan mudah dicapai. Untuk para guru, mari wujudkan sekolah sebagai rumah kedua dengan menciptakan kelas bahagia dan merayakan setiap hasil kerja bersama. Kelasku istanaku, semoga!
oleh: Azwar Anas (Wali Kelas IX–Quba)